Di bawah ini kami sebutkan beberapa hadis yang disahihkan oleh
kalangan Ahlus-Sunnah dan yang menegaskan keselamatan bagi kaum Muslim,
secara umum. Hadis-hadis ini memberi jaminan surga bagi mereka semua,
terlepas apa pun alirannya.
Adapun tujuannya ialah
mengimbau kaum Muslim agar mau bersatu serta mengingatkan mereka tentang
akibat buruk pertengkaran di antara mereka. Dan bahwa permusuhan antara
mereka benar-benar merupakan tindakan kejahilan dan perbuatan sia-sia,
bahkan "menimbulkan kerusakan di bumi serta penghancuran sawah ladang
dan keturunan".
Tidak syak lagi, selama Agama Islam telah
menandaskan bahwa kedua kelompok itu telah memenuhi persyaratan keimanan
dan bahwa kedua-duanya akan memperoleh tempat tertinggi di surga-surga,
maka tidak ada lagi alasan pertengkaran di antara mereka yang dapat
diterima oleh orang-orang yang bijak dan berakal sehat.
Namun
sungguh menyedihkan, ketnalangan telah menimpa kaum Muslim dengan
adanya sekelompok dari mereka yang lalai akan tujuan kebaikan agama
mereka dan lupa akan hadis-hadis Nabi mereka dalam kumpulan hadis Shahih. Di bawah ini kami kutipkan sebagiannya:
Al-Bukhari[1] dalam kitab Shahih-nya meriwayatkan
sebuah hadis dari Abu Ayyub Al-Anshari r.a., bahwa seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah SAW: 'Tunjukkan kepadaku amalan apa yang
dapat memasukkan aku ke dalam surga?" Beberapa dari yang hadir bertanya:
"Gerangan siapa dia?" Jawab Nabi SAW: "la adalah seorang cerdik
pandai," seraya melanjutkan sabdanya: "Menyembah Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun, menegakkan shalat, membayar zakat
dan menghubungi sanak kerabat."
Demikian pula Al-Bukhari
meriwayatkan bahwa seorang Arab Badui datang menghampiri Nabi SAW seraya
bertanya: "Beritahukan kepadaku tentang suatu amal perbuatan; bila
kulaksanakan, aku dapat masuk surga." Jawab Rasulullah SAW: "Engkau
menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun,
mendirikan shalat yang fardhu, mengeluarkan zakat yang wajib,
serta berpuasa di bulan Ramadhan." Maka orang itu berkata: "Demi Allah
yang jiwaku di tangan-Nya, aku tidak akan berbuat lebih dari ini!"
Setelah orang itu pergi, Nabi SAW berkata: "Barangsiapa ingin melihat
seorang ahli surga, lihatlah ia."
Berdasarkan beberapa
hadis dan berita lainnya, saya memperkirakan bahwa orang Badui yang
dimaksud adalah Malik bin Nuwairah bin Hamzah At-Tamimi.[2]
Dalam Shahih Bukhari, dengan sanad sampai Ubadah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Barangsiapa bersaksi tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa (yang terjadi dengan) kalimat-Nya, yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah haq (benar) dan neraka haq, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga dengan amalan apa pun yang telah ia perbuat.
Juga dalam Shahih Bukhari melalui riwayat dari Junadah, disebutkan pula seperti riwayat sebelumnya, hanya ditambahkan sedikit di dalamnya, ... melalui kedelapan pintu surga, dari mana pun ia hendakmemasukinya.
Juga dalam Shahih Bukhari dari
Abu Dzar r.a. yang berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW
ketika beliau sedang tidur dan mengenakan baju putih. Kemudian aku
mendatanginya lagi, dan beliau sudah terjaga. Maka bersabdalah beliau
SAW: Barangsiapa di antara hamba Allah yang menyebut "La ilaha illa Allah" kemudian meninggal dunia, dan ia tetap dalam keadaan ikrarnya itu, maka ia akan masuk surga. Aku
bertanya: "Bagaimana kalau ia pernah berzina atau mencuri?" Jawabnya:
"Walaupun ia pemah berzina atau mencuri." Tanyaku lagi: "Walaupun ia
pernah berzina dan mencuri?" Jawab Rasulullah SAW: "Ya, walaupun ia
pemah berzina dan mencuri, dan betapa pun Abu Dzar tidak menyukai
(ucapan ini)."
Dalam Shahih Bukhari, melalui Abu Dzar pula
disebutkan: Telah berkata Nabi SAW kepadaku, bahwa malaikat Jibril
berkata: "Barangsiapa, di antara umatmu, meninggal dunia dalam keadaan
tiada menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, maka ia akan masuk
surga (atau ia tak akan masuk neraka)." Kemudian aku bertanya:
"Kendatipun ia pernah berzina dan mencuri?" Jawab Nabi Muhammad SAW:
"Ya, walaupun ia pernah berbuat hal itu."
Disebutkan di
dalamnya dengan sanad dari Abu Dzar, yang berkata: Aku keluar pada suatu
malam, dan kulihat Rasulullah SAW berjalan sendirian, tidak seorang pun
bersamanya. Ketika itu aku kira beliau sedang tidak ingin seseorang
berjalan menyertainya. Maka aku pun berjalan di belakangnya, di bawah
sinar bulan. Namun tiba-tiba beliau menoleh dan melihatku lalu bertanya:
"Siapa ini?" Kujawab: "Abu Dzarl Semoga aku dijadikan penebus
jiwamu."*Dan beliau memanggilku: "Hai Abu Dzar, kemarilah!" Maka aku pun
berjalan bersamanya sebentar, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya
orang-orang yang banyak hartanya di dunia ini, akan menjadi orang-orang
yang sedikit pahalanya, pada Hari Kiamat kelak. Kecuali siapa yang
diberi Allah rezeki yang banyak lalu ia menyedekahkan dengan tangan
kanan dan kirinya, dari depan dan belakangnya, serta berbuat kebaikan
dengan hartanya itu." Kata Abu Dzar selanjutnya: Kemudian aku berjalan
lagi sebentar bersamanya, dan beliau berkata kepadaku: "Tunggu di sini
sampai aku kembali!" Lalu beliau pergi ke balik bukit berbatu sehingga
aku tak dapat melihatnya. Aku pun menantinya cukup lama, sehingga
kudengar beliau kembali seraya mengucapkan: "Walaupun ia mencuri dan
berzina." Setelah Rasulullah tiba, aku tak sabar untuk menanyakan
kepadanya: "Ya Rasulullah, semoga diriku dijadikan tebusan bagi jiwamu,
siapakah gerangan yang engkau ajak bicara di balik kegelapan malam itu,
padahal aku tidak mendengar seseorang berbicara kepadamu?" Jawab Nabi
SAW: "Dia itu Jibril, yang menampakkan diri padaku di balik bukit di
sana, dan ia berkata: 'Beritahukanlah kepada umatmu kabar gembira, bahwa
barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatu, maka ia akan masuk surga.' Kemudian aku bertanya
kepadanya: 'Ya Jibril, sekalipun ia mencuri dan berzina?' Jawabnya: 'Ya,
walaupun begitu.' Tanyaku lagi: “Walaupun ia mencuri dan berzina?' 'Ya,
kendatipun begitu,' jawabnya. Aku bertanya lagi: "Walaupun ia mencuri
dan berzina?' Jawab Jibril: 'Ya, walaupun ia pernah minum khamr'."
Mungkin yang dimaksud dengan zina, mencuii dan minum khamr dalam hadis di atas ialah sebagai ungkapan tentang semua dosa besar (kaba’ir). Maka
maksudnya ialah barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan beriman
kepada Allah Tuhan Yang Mahaesa, ia akan masuk surga atau tidak masuk
neraka, walaupun ia pernah mengerjakan dosa besar. Hal ini sesuai pula
dengan hadis riwayat Ubadah, sebelum ini, yakni ucapan beliau: "...
dengan amalan apa pun yang pemah ia perbuat..."
Catatan Tambahan
Harus
diketahui bahwa orang-orang Mukmin yang berbuat maksiat, kelak pada
hari Kiamat, akan diazab sekadar besar-kecilnya dosa-dosa mereka,
kemudian setelah itu, mereka akan beroleh kemuliaan di surga.
Demikianlah menurut kesepakatan (ijma') Ahlul-Bayt (para pengikut dan pendukung) mereka. Yang demikian itu sudah menjadi pengetahuan setiap orang tanpa keraguan sedikit pun.
Oleh
sebab itu, hadis-hadis yang menyatakan adanya jaminan keselamatan bagi
kaum Muslim, apa pun juga amalan-amalan mereka, tidaklah berarti bahwa
orang-orang yang telah berbuat maksiat dari mereka, secara mutlak tidak
akan memperoleh siksaan dari Allah SWT. Tetapi, maksud yang sebenarnya
ialah bahwa mereka tidak diazab secara abadi dan langgeng sebagaimana
yang dialami orang-orang kafir. Oleh sebab itu, hadis-hadis ini atau
yang serupa dengannya tidak boleh menjadi pegangan satu-satunya bagi
mereka. Mengenai kejahatan-kejahatan mereka yang telah lalu, tidak ada
sesuatu yang dapat mereka lakukan kecuali bertobat dan menyesal atau
menerima azab di neraka Jahannam, sekadar yang patut mereka terima, atau
adakalanya mereka mendapat ampunan dan maghfirah dari Allah SWT dan memperoleh syafaat dari para pemberi syafaat (yang beroleh izin dari-Nya).
Tersebut dalam Shahih Bukhari dan
Muslim, dari Mu'adz bin Jabal yang berkata: Aku pernah membonceng
kendaraan Rasulullah SAW, dan jarak antara aku dengan beliau hanya
bagian belakang untanya. Lalu beliau berkata kepadaku: "Hai Mu'adz!”
Jawabku: "Labbaik wa Sa'daik, ya Rasulullah." Sejenak kemudian beliau berkata lagi: "Hai Mu'adz!" "Labbaik wd Sa'daik, ya Rasulullah", jawabku. Lalu beliau berkata: "Tahukah engkau apakah hak Allah atas hamba-hamba-Nya?"
Aku
menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Sabda beliau: "Hak Allah
aias hamba-hamba-Nya ialah menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu pun." Kemudian setelah berjalan sebentar, beliau berkata:
"Ya Mu'adz bin Jabal!" "Labbaik wa Sa'daik, ya
Rasulullah," jawabku. Beliau bertanya lagi: "Tahukah engkau apakah hak
hamba atas Allah jika mereka telah melakukannya?" Jawabku: "Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau pun melanjutkan: "Hak hamba atas
Allah ialah bahwa la tidak menyiksa mereka."
Tercantum dalam Shahih Bukhari dari 'Utbah, yang berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Tak seorang hamba pun datang — pada Hari Kiamat — dengan ucapan 'La ilaha illa Allah' semata-mata demi keridhaan Allah kecuali diharamkan atasnya api neraka."
Juga
di dalamnya dari 'Utban bin Malik Al-Anshari pula, bahwa ia mengunjungi
Rasulullah SAW dan meminta agar beliau singgah ke rumahnya dan shalat
di sana, karena ia ingin menjadikannya sebagaimushalla[3] Kemudian
'Utban berkata: Lalu Rasulullah SAW berangkat dan shalat dua rakaat
bersama kami dan sesudah itu kami suguhkan hidangan Harirah (tepung
yang dimasak dengan susu). Berkata 'Utban selanjutnya: Sesaat kemudian,
beberapa orang datang ke rumahku, lalu salah seorang dari mereka
berkata: "Mana Malik bin Ad-Dukhsyun?"[4] Dan seorang lainnya berkata:
"Dia adalah seorang munafik. la tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya."
Maka Rasulullah SAW bersabda: "Jangan berkata demikian, tidaklah kamu
melihatnya telah berucap 'La ilaha illa Allah' semata-mata demi
keridhaan Allah?" Jawab orang itu: "Sungguh kami sering melihatnya pergi
dan berkawan dengan orang-orang munafik." Sabda Nabi SAW selanjutnya:
"Allah mengharamkan api neraka bagi siapa saja yang mengucapkan 'La
ilaha illa Allah' semata-mata karena berharap ridha Allah."
Muslim juga meriwayatkan hadis ini dalam kitab Shahih-nya dengan
pelbagai saluran. Akan tetapi, akhir kalimat hadis yang diriwayatkan
itu, sebagai berikut: "Bukankah ia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah?" Mereka menjawab: "Ya, memang
ia mengucapkan hal itu, namun tidak disertai dengan ketulusan hatinya."
Maka Rasulullah SAW bersabda: "Tiada seorang pun bersaksi tiada Tuhan
selain Allah dan' bahwa aku adalah Rasul Allah akan dimasukkan ke dalam
api neraka atau menjadi umpannya." Anas berkata: "Hadis ini betul-betul
membuatku kagum sedemikian sehingga kusuruh anakku menulisnya."
Perhatikaniah,
adakah susunan kalimat lain yang lebih jelas daripada ini yang
menetapkan keselamatan bagi segenap umat yang beriman akan keesaan
Allah? Adakah berita gembira yang lebih besar daripada berita bahwa
surga disediakan bagi umat Islam secara keseluruhan? Sungguh
mengherankan, dengan masih adanya orang yang tidak meragukan kesahihan
hadis tersebut, tetapi ia tetap saja menetapkan penilaian yang
berlawanan dengan petunjuk di dalamnya. Tidakkah ia ingat firman Allah:
. . . hendaknya orang-orang yang melanggar perintah-Nya takut akan ditimpa bencana atau azab yang pedih . . . (An-Nur: 63)
Dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya, dari
Anas, yang berkata: Rasulullah SAW pernab bersabda: "Allah menujukan
firman-Nya kepada penghuni neraka yang paling ringan azabnya, pada hari
Kiamat: 'Seandainya kau memiliki segala suatu yang ada di bumi,
bersediakah engkau menebus dirimu dengan semua itu?' Maka orang itu akan
berkata: 'Ya!' Allah pun akan berfirman: 'Dahulu Aku hanya menginginkan
sesuatu darimu yang jauh lebih ringan dari ini, ketika engkau masih
dalam sulbi Adam, yaitu agar kau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu
pun, namun engkau mengabaikannya dan tetap menyekutukan-Ku'."
Mungkin,
yang dapat disimpulkan dari hadis ini ialah bahwa sesungguhnya orang
itu diazab dengan api neraka semata-mata karena ia tidak mau kecuali
menyekutukan Allah. Seandainya bukan karena hal itu, ia pasti akan
selamat. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa Ahlut-Tauhid (yakni
semua kaum Muslim) pasti akan selamat.
Hadis tersebut
menunjukkan pula bahwa penghuni neraka yang paling ringan azabnya ialah
si musyrik. Maka dapatlah disimpulkan bahwa tidak seorang pun muwahhid (orang yang mengesakan Allah) akan berada di sana. Sebab, seandainya di sana ada seorang muwahhid, niscaya azabnya lebih ringan dari si musyrik. Tentunya hal terakhir ini bertentangan dengan kandungan hadis tersebut.[5]
Dalam keenam kitab Shahih, Musnad Ahmad,
kitab-kitab Ath-Thabrani, dan lain-lain, banyak dijumpai hadis seperti
ini. Terutama dalam kelompok hadis-hadis syafaat, antara lain — seperti
dalam — Shahih Bukhari dan Muslim bahwa kelak (pada Hari
Kiamat) akan dikatakan kepada Nabi Muhammad SAW: "Keluarkan dari neraka
siapa yang mempunyai iman dalam kalbunya walau seberat biji sawi."
Dan
seandainya kami hendak mengetengahkan semua hadis syafaat yang
mengandung kabar gembira yang amat mengagumkan, terutama yang tercantum
dalam kedua kitab Shahih itu, niscaya persoalannya akan
berkepanjangan. Tetapi kami hanya mengisyaratkan, agar dapat diteliti
kembali oleh siapa saja yang menginginkannya. Bahkan, lebih dari yang
telah dinukilkan sebelum ini, Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari
'Utsman bin 'Affan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Barangsiapa
meninggal dunia dalam keadaan mengetahui bahwasanya tiada Tuhan selain
Allah, maka ia akan masuk surga."
Jelas sekali — menurut
hadis ini — bahwa sekadar mengetahui (secara sadar) akan keesaan Allah,
dapat menyebabkan seseorang masuk surga.
Begitu juga sebuah hadis serupa, yang dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam kitab Al-Kabir, dari 'lmran bin Hushain yang berkata: Rasulullah SAW pemah bersabda:
Barangsiapa mengetahui (menyadari) bahwa Allah adalah Tuhannya,
dan bahwa aku adalah Nabi-Nya dengan disertai ketulusan hatinya, maka
Allah akan mengharamkan tubuhnya dari jilatan api neraka.
Riwayat-riwayat
ini lebih terang-benderang daripada cahaya matahari di siang hari. Dan
kesahihannya lebih dikenal daripada "api di atas gunung yang tinggi." Di
dalamnya tercantum berita-berita yang menggembirakan, yang mungkin agak
meringankan diri seorang Muslim dari akibat perbuatan dosa-dosa besar
yang menjerumuskan.
Nah, silakan mengkajinya kembali dalam
kitab-kitab hadis Ahlus-Sunnah, agar kita lebih memahami betapa semua
itu menetapkan surga bagi Anda maupun saudara-saudara Anda. Semua yang
telah kami sebutkan, tidaklah lebih dari serpihan sebutir biji atau
setitik air dari gelombang samudera. Kami cukupkan di sini apa yang
telah disebutkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya. dan
diulang-ulanginya dalam beberapa bab dari kitabnya itu dengan pelbagai
saluran sanad yang berbeda-beda. Kami pun tidak merasa perlu menyuguhkan
hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab Shahih lainnya, sebab dengan kadar yang kami paparkan di atas, telah cukup jelas bagaikan cahaya yang menyingsing di pagi hari.
Lebih dari itu, kami memiliki banyak hadis shahih lainnya yang kami peroleh melalui kedua belas Imam kami:
Diriwayatkan oleh para Imam penunjuk jalan
Ucapan dan hadis mereka selalu dimulai dengan:
Datuk kami (Nabi SAW) meriwayatkan dari
Jibril, yang menerimanya dari Allah Tuhan Maha Pencipta.
Itulah
As-Sunnah yang kedudukannya langsung setelah Al-Kitab. Dan itulah
perisai yang menyelamatkan dari azab. Simaklah dari kitab Ushul Al-Kafi dan
lainnya, hiadis-hadis yang mengumandangkan berita-berita gembira bagi
mereka yang beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan Hari Akhir. Walaupun
banyak di antaranya yang mengkhususkan keterangan-keterangan di atas
yang bersifat umum dengan persyaratan walayah*terhadap keluarga Rasulullah dan 'itrah-nya. yang suci. Yaitu mereka yang oleh Rasulullah SAW dikaitkan secara langsung dengan Al-Quran, dan dijadikan panutan bagi ulul-albab, bagaikan
bahtera-bahtera penyelamat apabila gelombang-gelombang fitnah dan
bencana datang menerjang. Mereka itu laksana bintang-bintang penunjuk
jalan apabila kegelapan kesesatan menghalangi pandangan, pintu
pengampunan satu-satunya bagi siapa saja yang ingin memperolehnya atau
buhul tali yang kuat erat tempat bergabung seluruh umat demi kesatuan.
Maka tidak syak lagi bahwa walayah mereka merupakan bagian dari Ushul Ad-Din (pokok-pokok
agama). Untuk menjelaskan hal itu, kami telah cukup banyak menyebutkan
argumentasi amat kuat serta bukti-bukti yang terang benderang, baik
berupa dalil-dalil 'aqliyah maupun naqliyah. Kami mempersilakan para peneliti menelaahnya dalam kitab karangan kami berjudul Sabil Al-Mu'minin yang
di dalamnya telah kami jelaskan setiap jalan menuju kebenaran dan kami
singkapkan dengan kekuatan logikanya setiap awan kegelapan yang
menghadang. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.▪
CATATAN KAKI:
[1] Dalam kitab Shahih Muslim terdapat
banyak hadis yang serupa dengan ini. Silakan Anda pelajari pada jilid
I, bab "Keimanan yang Membawa Seseorang Masuk ke dalam Surga" dan bab
"Tentang Oiang yang Menghadap Tuhannya dengan Kebulatan Iman yang
Mantap, Akan Dimasukkan dalam Surga dan Dihindarkan dari Api Neraka".
Dan juga pada jilid yang sama ini akan Anda temukan kabar-kabar gembira
yang memuaskan hati seoiang Mukmin yang percaya kepada Allah dan Hari
Akhir.
[2] Dia adalah seorang kaya raya, pemurah dan mulia serta
kawan bepergian para raja. Sehingga ia dijadikan contoh teladan atau
perumpamaan dalam kemuliaan seperti dalam bait di bawah ini:
Tiada tempat menggembala lebih baik daripada Sa'dan
Tiada air lebih jernih daripada Shaddâ`
Tiada pemuda kesatria seperti Malik
Mengenai
Malik ini akan kami nukilkan peristiwa yang terjadi padanya bersama
Khalid bin Walid pada Bab VII yang akan datang. * Sebuah ungkapan yang
biasa diucapkan oleh seseorang kepada orang lain yang sangat dicintainya
— penerj.
[3] Bagaimanakah pendapat para pengikut mazhab Wahhabi tentang isi hadis shahih ini yang
bertentangan dengan doktrin mazhab mereka? (Yakni bahwa para sahabat meminta Nabi
SAW shalat di tempat itu, demi memperoleh berkahnya — penerj.).
[4] Demikianlah yang termaktub dalam Shahih Bukhari yang naskahnya ada pada saya. Mungkin yang benar ialah Malik bin Dukhsyum (dengan m) bukan
Dukhsyun (dengan n). Nama lengkapnya: Malik bin Ad-Dukhsyum bin Ghunm
bin 'Auf bin 'Amr bin 'Auf, yaitu salah seorang yang pemah turut serta
dalam peperangan Badr dan peperangan-peperangan sesudahnya. Dia pulalah
yang menawan Suhail bin 'Amr pada peiang Badr. Kendatipun demikian ia
dikenal tebagai seorang munafik. Hanya Allah saja yang lebih tahu
tentang keadaannya yang sebenarnya.
[5] Karena seorang muwahhid, dari
kalangan Muslim, walaupun ia melakukan dosa terbesar pun, tidak akan
mendapat siksaan sepedih orang-orang musyrik (meskipun seandainya si
musyrik ini tidak melakukan dosa apa pun selain kemusyrikannya).
[6]Karena
setiap penganut mazhab Imamiyah maupun Sunnah, kedua-duanya beriman
kepada Allah, membenarkan Rasulullah SAW, menegakkan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadhan, beriman
kepada Hari Kebangkitan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang
haram, sebagumana yang disaksikan oleh perkataan dan perbuatan mereka,
dan seperti yang dapat disimpulkan secara pasti dari buku-buku mereka,
yang lama maupun yang baru, dan yang ringkas maupun yang terinci. * Yang
dimakmd dengan walayah atau wilayah ialah mendukung, mencintai dan menjadikan keluarga Rasulullah sebagai wali atau pemimpin yang diikuti -- penerjemah.
sumber = https://www.facebook.com/groups/461147960635195/doc/462881903795134/